Beranda Nasional Istana Mendorong Pemerintah Daerah Perbaiki Tata Kelola Data Melalui Smart City

Istana Mendorong Pemerintah Daerah Perbaiki Tata Kelola Data Melalui Smart City

564
0
BERBAGI

IMN News, Serpong – Kantor Staf Presiden ikut mendorong program Gerakan Menuju 100 Smart City bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PUPR, dan Bappenas. Melalui gerakan ini, 50 kota/kabupaten berhasil dibimbing dalam menyusun master plan untuk pembangunan berbasis smart city agar pelayanan masyarakat dapat lebih diakselerasi sesuai potensi masing-masing daerah.

“Smart city hanya titel, tapi penekanannya lebih ke bagaimana pola pikir dan aksi kita untuk melayani lebih baik dengan pemanfaatan teknologi sebagai enabler layanan,” jelas Rudiantara pada Jumat 14 Desember 2018, di Nusantara Hall, ICE BSD.

Gerakan Menuju 100 Smart City dilakukan sebagai upaya pemerintah yang tidak hanya meregulasi tapi juga memfasilitasi dan mengakselerasi pertumbuhan daerah di kota dan kabupaten. Menurut Rudiantara, salah satu indikator sukses implementasi smart city ialah terletak pada struktur APBD-nya, bagaimana proporsi alokasi dana untuk teknologi, informasi, dan komunikasi dibandingkan dengan belanja pegawai.

“Jika 80% dari total APBD dialokasikan untuk belanja rutin pemerintah daerah atau belanja pegawai maka akan sulit untuk mengembangkan smart city. Pasalnya, hanya tersisa 20% anggaran dari total APBD yang dapat digunakan untuk belanja barang guna menunjang smart city,” ungkap Rudiantara.

Mata acara Gerakan Menuju 100 Smart City dilanjutkan sesi panelis dengan pembicaranya yaitu Yanuar Nugroho, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan yang menjawab soal pentingnya menata data untuk mengatasi permasalahan di pemerintahan. Yanuar mengutarakan bahwa kini pemerintah tidak hanya sedang membangun infrastruktur fisik namun membangun infrastruktur kebijakan—untuk pembangunan yang berkelanjutan dengan tujuan melayani lebih baik.

“Palapa Ring itu adalah contoh infrastruktur fisik, tapi tujuan akhirnya yang ingin dicapai adalah infrastruktur kebijakan dalam bentuk platform digital pemerintah. Sekarang yang ramai dibicarakan ialah industri 4.0. Smart City menjadi tampilan front end, dengan image pemerintah dekat dengan warga dan kebijakannya akurat. Namun, satu bahan dasar untuk melakukan semua itu: data. Kita sudah punya Satu Peta, selanjutnya Satu Data,” jelas Yanuar.

Dalam sesi diskusinya, Yanuar mengungkapkan bahwa makna Satu Data ialah data yang berintegritas yang dapat memastikan hak warganya, contohnya hanya dengan NIK setiap warga dapat dipastikan eligibilitasnya untuk mendapat hak-haknya. Kunci lain dalam Smart City ialah integrasi data yang lekat dengan peran pemerintah daerah.

Menurut Yanuar, master plan smart city dan data yang terintegrasi sangat erat kaitannya dan sangat penting. Pada dasarnya, smart city bertujuan memudahkan proses, sehingga harus sejak awal melibatkan masyarakat. Integrasi data harus ada di lintas sektor dari pertanian hingga pariwisata, dan peran pemerintah daerah yang menjadi produsen data dan menentukan wali data untuk masing-masing data.

“Data diproduksi oleh Kementerian, Lembaga, dan Daerah. Sehingga, pemerintah daerah juga menjadi produsen data, dan selanjutnya dapat menunjuk wali data. Wali data-lah yang berfungsi sebagai ‘pusdatin’ di daerah. Data geospasial berhubungan dengan BIG, dan data statistik berhubungan dengan BPS. Sekarang, Presiden menginginkan data geospasial peta hingga skala 1:1000. Hal ini agar pembangunan semakin akurat. Bapak/Ibu Walikota dan Bupati, di sinilah peran pemerintah daerah. Jika daerah bisa diberdayakan hingga pendamping desa dilatih untuk pemetaan dengan standar BIG, persoalan-persoalan diselesaikan tidak dari Jakarta, tapi dari daerah,” tutup Yanuar.(imn)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here